Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Januari 2010

Satu Lagi manfaat lumpur "Lapindo"

Lumpur panas di Porong yang terus menyembur sejak akhir Mei lalu kian
luas menggenangi wilayah Sidoarjo. Akibatnya, kerugian harta benda dan
lahan yang harus ditanggung masyarakat makin besar. Selain itu, karena
suhu lumpur mencapai 90 derajat Celsius di mulut kawah, makhluk hidup
pun dapat terancam jiwanya.
Meskipun begitu, bencana lumpur Sidoarjo itu sesungguhnya membawa berkah
bagi manusia di bumi ini. Lumpur panas yang merupakan material dari
gunung api purba ini mengandung beragam manfaat, di antaranya sebagai
bahan urukan dan bahan bangunan.
Selain itu, diketahui pula terdapat kandungan unsur selenium (Se) dalam
lumpur, yang berasal dari gunung api purba di bawah permukaan bumi
Sidoarjo. Keberadaan unsur ini menjadi perhatian mengingat khasiatnya
sebagai bahan antikanker.
Bukan itu saja, dalam material panas itu ternyata ada bakteri yang malah
hidup nyaman di dalamnya, dinamai bakteri termofil. Mikroba ini senang
bermukim di lingkungan air yang sangat hangat karena mendapat kelimpahan
makanan yang tak lain adalah unsur selenium.
Dr Novik Nurhidayat, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), memiliki keyakinan itu berdasarkan
penelitiannya selama ini di beberapa kawasan vulkanis di Indonesia.
Bakteri penyerap selenium ini ditemukan Novik selama dua tahun
menjelajahi sumber air panas di Gunung Kerinci-Seblat Sumatera dan
Dataran Tinggi Toraja di Sulawesi, serta Gunung Rinjani di Pulau Lombok,
juga hasil survei ke Cibodas-Bogor dan Bali. Riset tersebut bertujuan
untuk mencari sumber bahan aktif dan senyawa obat dari mikroba dan
tumbuhan herba yang hidup di sana untuk mencegah dan mengobati kanker.
Berbagai jenis bakteri termofil tentunya akan banyak ditemukan di
Indonesia, sebagai wilayah yang memiliki gunung berapi terbanyak di
dunia. Keberadaan bakteri ini ditunjang oleh limpahan selenium di
permukaan bumi sebagai akibat luapan magma pada masa lalu di daerah itu.
Namun, sayangnya, kekayaan dan potensi hayati ini belum diteliti dan
tergali.
Saat ini memang belum banyak penelitian selenium dalam tumbuhan dan
mikroba di daerah vulkanis di Indonesia serta peranannya dalam
pencegahan dan terapi kanker. Padahal, kanker diketahui masih merupakan
pembunuh utama di Indonesia. "Sebagian besar bahan bioaktif farmasi atau
produk jadinya sebagai obat antioksidan dan terapi kanker masih
diimpor," papar Novik yang bergabung di LIPI pada tahun 2000.
Di luar negeri, obat antikanker yang berasal dari bahan herba berasal
dari brokoli, sedangkan dari mikroba berupa khamir dan yeast. Makanan
suplemen kaya selenium yang banyak dijual di Amerika Serikat berupa
garam mineral selenat dan selenit yang diambil dari sel khamir kaya
selenium dan ekstrak selenium.
"Demikian pula bentuk sintetisnya, yaitu asam metilseleninik," ungkap
Novik yang menamatkan program S-2 dan S-3-nya di bidang mikrobiologi
dengan spesialisasi genetika mikroba di Kansas State University (1999),
sedangkan S-1 diraihnya di Universitas Padjadjaran.
Herba di Indonesia
Dalam penelitian di daerah vulkanik di Indonesia, ia menemukan herba
yang memiliki kandungan Se tinggi. Herba itu, antara lain, adalah bawang
putih (Allium sativum) terdapat di Rinjani dan Cibodas, dan ciplukan
(Physalis minima) di Lombok.
Sebagai daerah yang memiliki keragaman tanaman obat, di Indonesia selama
ini sudah ada upaya pencegahan dan pengobatan kanker secara tradisional.
Namun, masih terbatas di kalangan masyarakat pedesaan di Jawa. Mereka
telah mengetahui bahwa bawang putih bersiung satu punya khasiat untuk
mencegah kanker, sedangkan ciplukan untuk mengobati kanker.
Dengan dasar itu, ia tergugah untuk meneliti perbedaan efek antara dua
herba itu terhadap kanker meskipun sama-sama menyerap Se. Penelitiannya
menunjukkan, ciplukan punya daya bunuh sel kanker lebih tinggi daripada
bawang putih karena mengandung senyawa selenium-asam amino. Fungsi
senyawa itu membersihkan radikal bebas, termasuk mematikan kanker.
Senyawa pada ciplukan ini diketahui merupakan jenis yang aktif melawan
ganasnya tumor prostat, usus, hati, paru, dan payudara.
Adapun senyawa selenium protein, yaitu selenometionin dan
metilselenosistein (MSC), yang tinggi ditemukan pada bawang putih.
Selain dalam bawang putih, MSC ditemukan dalam bawang merah, brokoli,
dan kecambah kacang, dan bit yang ditumbuhkan pada tanah yang kaya unsur
Se.
Selenometionin akan mengurangi berkembangnya sel kanker dan memperbaiki
sel rusak. Dengan begitu, daya imunitas naik dan tubuh terlindung dari
infeksi virus dan serangan gen mutan penyebab kanker.
Selenium termasuk salah satu elemen esensial yang terikat dalam berbagai
protein fungsional pada tubuh seperti pada sistem hormonal, imunitas,
reproduksi, pembuluh jantung, dan mekanisme membunuh sel ganas secara
terprogram (apoptosis). Karena itu, hasil penelitian epidemiologi
menunjukkan, individu dengan diet selenium rendah lebih besar risikonya
terkena berbagai tipe kanker.
Bakteri antikanker
Riset yang dilakukan Novik-yang menyandang peneliti terbaik Competitive
Award LIPI 2006 untuk kategori eksplorasi-tidak sebatas pada herba. Ia
lebih jauh lagi mencari mikroba yang berefek sama dengan herba.
Pilihannya pada bakteri termofil yang ditemukan di sumber air panas
gunung berapi pada suhu 60-113 derajat Celsius. Bakteri termofil ini
mengonsumsi selenium sebagai mikronutrisi untuk pertumbuhannya.
Dari 302 bakteri termofil yang diisolasi, hanya ada 26 isolat yang
teruji mengakumulasi selenium dan hanya tiga isolat di antaranya yang
bertahan pada suhu tinggi. Bakteri ini adalah thermus dan geobacillus
yang tahan pada suhu 80 derajat Celsius. Bakteri thermomicrobium mampu
hidup hanya pada temperatur 60 derajat Celcius.
Selama ini belum ada data tentang bakteri tersebut termasuk kandungan
protein dan seleniumnya. Ia menemukan, bila selenium diserap oleh
bakteri geobacillus atau thermomicrobium, dalam senyawa organiknya
membentuk seleno-asam amino dan seleno-protein, yang mampu menghambat
perkembangan sel kanker. Jika melihat daya serap Se dan daya
oksidasinya, thermomicrobium paling tinggi dibandingkan dengan yang
lainnya.
Bila diperbandingkan antara herba dan mikroba, fungsi bawang putih sama
dengan bakteri thermomicrobium yang mampu mencegah kanker karena
mengandung selenometionin tinggi. Adapun daya membunuh sel kanker
ditunjukkan oleh bakteri geobacillus sama seperti ciplukan yang
mengandung seleno-asam amino. Namun, aktivitas zat pembunuh kanker untuk
kasus tertentu lebih baik pada bakteri.
Percobaan pada kultur sel kanker limfa menunjukkan geobacillus mempunyai
daya membunuh sel kanker 37 persen, sedangkan ciplukan hanya 30 persen.
Pada kultur sel kanker darah, ekstrak ciplukan memiliki kemampuan
mematikan kanker 72 persen, diikuti oleh ekstrak geobacillus (67 persen)
dan bawang putih hanya 9 persen.
Penelitian lanjutan
Setelah proses pencarian bakteri yang memakan waktu dua tahun, menurut
Novik, masih diperlukan waktu dua tahun lagi untuk uji coba
pengembangbiakan hingga pemanenannya, uji klinik, hingga pembuatan obat.
Lebih lanjut akan dilakukan uji toksisitasnya.
Bakteri termofil kini telah dapat dikembangbiakkan di laboratorium
dengan media khusus. Tujuannya untuk mendapatkan protein yang mengandung
selenium itu. Saat ini telah dilakukan uji invivo untuk mengetahui
fungsi ekstrak Se dari sampel terpilih, baik herba maupun mikroba, dan
memperoleh sediaan yang baku.
Kelebihan ekstraksi kandungan protein dari bakteri adalah waktu
pembiakannya yang lebih cepat dibandingkan dengan herba yang memerlukan
waktu beberapa bulan. Untuk memanen protein dari bakteri hanya
diperlukan waktu empat hari. Pengambilan dilakukan dengan teknik khusus
berupa pemanasan dan penambahan pelarut.
Sebagai produk farmasi ekstrak, protein bakteri ini nantinya dapat
dikonsumsi dalam bentuk cairan maupun padatan berupa kapsul atau tablet
untuk pencegahan dan pengobatan kanker. "Saat ini tengah disusun paten
tentang proses ekstraksi protein, penemuan bahan aktif, dan penemuan dan
pengembangbiakan bakteri itu," papar Novik.

sumber :

http://groups.yahoo.com/group/elits34/message/8221

Tidak ada komentar: